Upaya mewujudkan pendidikan yang inklusif dan berkeadilan terus diperkuat oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Salah satu bentuk nyata komitmen tersebut terlihat dalam kunjungan Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Fajar Riza Ul Haq, ke SLB Negeri Taruna Mandiri, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Kamis (19/6). Di hadapan para guru, peserta didik, dan pemangku kepentingan lokal, Wamen Fajar menegaskan pentingnya membangun ruang belajar yang memberdayakan dan tidak meninggalkan siapa pun.
“Pendidikan vokasi di SLB harus menjadi jembatan keterampilan hidup bagi anak-anak kita. Mereka tidak hanya belajar untuk mandiri, tetapi juga agar mampu memberi manfaat bagi lingkungannya,” ujar Wamen Fajar saat membuka acara bertajuk Dari SLB untuk Negeri: Vokasi Berdaya Wujudkan Masa Depan Penuh Karya.
Ia menyampaikan bahwa pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus tidak boleh ditempatkan sebagai pelengkap, melainkan harus menjadi bagian dari arsitektur utama sistem pendidikan nasional. Prinsip inklusi, kata Fajar, hanya akan bermakna bila diterjemahkan dalam akses yang setara, kurikulum yang relevan, serta dukungan sarana yang memadai.
“Kami di Kemendikdasmen mengedepankan prinsip keadilan dan keberpihakan. Semua anak bangsa, apapun latar belakang dan kondisinya, berhak atas pendidikan yang layak dan berkualitas,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Fajar turut mendorong penerapan program 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat di lingkungan SLB sebagai bagian dari pembentukan karakter sejak dini. Ia menyebut kegiatan seperti senam pagi dan kebiasaan sehat lainnya bukan sekadar rutinitas, tetapi pondasi untuk membentuk daya tahan mental dan sikap sosial anak-anak di masa depan.
“Kebiasaan pagi ceria dan senam bersama bukan hanya soal kesehatan fisik, tetapi juga membentuk karakter dan semangat anak-anak kita,” katanya.
Ia juga memperkenalkan pendekatan pembelajaran mendalam yang mulai diperkuat pada tahun ajaran mendatang. Fajar menekankan bahwa ini bukan kurikulum baru, melainkan perubahan cara pandang dalam mengajar.
“Pembelajaran mendalam itu bukan soal banyaknya materi, tetapi seberapa dalam anak memahami dan mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari,” jelasnya.
Sebagai bentuk dukungan konkret, Kemendikdasmen mulai mendistribusikan perangkat interaktif ke sekolah-sekolah, termasuk SLB. Smartboard dan alat bantu digital lainnya akan disediakan untuk mendukung proses belajar yang lebih partisipatif dan menyenangkan. Di sisi lain, kementerian juga tengah menyederhanakan beban administrasi guru serta mengatur ulang jadwal belajar untuk memberi ruang bagi guru meningkatkan kompetensi.
“Kami menyederhanakan laporan kinerja dan mengurangi beban jam tatap muka, agar guru punya ruang untuk belajar dan mengembangkan diri,” tutur Fajar.
Kunjungan ini sekaligus menjadi momen untuk memperkuat komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah, terutama dalam konteks revitalisasi infrastruktur pendidikan. Dalam program rehabilitasi sekolah yang dijalankan pemerintah pusat, Kabupaten Kuningan mendapat alokasi anggaran untuk memperbaiki 30 SD, 6 SMP, dan 1 TK. Fajar menegaskan bahwa kerja sama lintas jenjang pemerintahan sangat penting agar pembangunan berjalan selaras dengan kebutuhan lokal.
Ia juga menyampaikan bahwa koordinasi strategis dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah berjalan, termasuk dalam upaya menekan angka anak tidak sekolah (ATS).
“Pak Gubernur Jawa Barat sudah bersilaturahmi dengan Pak Menteri. Intinya adalah memperkuat sinergi agar kebijakan pusat dan daerah saling mengisi dan saling memperkuat,” ungkapnya.
Menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi terkait kewajiban pemerintah membiayai sekolah gratis untuk jenjang SD dan SMP, termasuk sekolah swasta, Wamen Fajar mengatakan pihaknya menunggu hasil kajian dari Kementerian Keuangan, namun pada prinsipnya pemerintah tetap berpihak pada keadilan.
“Kami sudah menjalankan berbagai langkah afirmatif untuk sekolah swasta. Redistribusi guru ASN, tunjangan guru non-ASN, hingga bantuan untuk guru honorer swasta adalah bentuk nyata komitmen itu,” tutupnya.
Kunjungan ini menegaskan bahwa pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus bukan hanya soal akses, tapi tentang martabat. Dan pendidikan vokasi di SLB adalah bagian dari visi besar Indonesia: membangun manusia yang utuh, berdaya, dan siap menatap masa depan. (yn)